Senin, 03 Maret 2014

Antara yang meninggalkan dan yang ditinggalkan

Hari ini 3 Maret 2014 tepat sebulan sudah saat kita sempatkan diri berbincang berdua.
Namun, hingga saat ini, ingin sekali rasanya menyendiri di ruang hampa tanpa cahaya hanya ada udara sembari membalut asa.
Jalanan itu, yang dulu selalu ku lewati dengan ketenangan sekarang berubah menjadi kegetiran.
Sempat terfikir dan ku tanamkan dalam benak bahwa aku ingin menutup hatiku setelah mengakhiri dengannya kala itu. Jikapun harus membukanya lagi, berharap itu cinta kerenaNya.
Iya, aku Imroatul Mufidah, perempuan biasa yang pernah merasakan beberapa kali pacaran dengan segala romansanya. Setelah menduduki bangku kuliah ada yang sedikit mengusik pikiran bahwa aku tak lagi muda. Pacaran? Yah seperti kegiatan anak-anak muda saja pikirku. Tiba-tiba jatuh cinta kemudian sesekali dan berkali-kali jatuh tak tau arah, orang-orang biasa menamainya dengan sakit hati.
Butuh pertimbangan yang matang dan prinsip yang kuat untuk memikirkan hal yang lebih penting dari itu, memutuskan tidak berpacaran dan menjaga hati.
Namun, kadang kala kita juga menyadari bahwa kita juga manusia yang dianugerahi cinta oleh Yang Maha Kuasa kapan saja, mungkin kita tak dapat menghindarinya hanya bisa me-manage-nya, pikirku kala itu.
Aku bukanlah seorang ekonom atau seorang akuntan bahkan bukan Tuhan Yang Maha Kuasa yang pandai me-manage dengan baik dan sempurna.
Kata orang Jawa, WITING TRESNO JALARAN SOKO KULINO, ya tumbuhnya cinta itu akibat dari kebiasaan. Mungkin itu yang tepat ku sematkan padaku saat itu.
Tak tahu kapan pastinya perasaan itu muncul di hatiku dan mengakar kuat disana.
Seharusnya bisa ku hindari itu semua saat aku memilih untuk tak mendampingimu untuk periode itu.
Tapi lagi-lagi Tuhan berkehendak lain, mungkin saja itu jawaban atas segala doa dan sujudku.
Aku memilih mendampingimu, bekerja denganmu membentuk organisasi impian dengan segudang ilmu dan orang-orang hebat di dalamnya yang mungkin kau impikan sejak lama.
Tak ada sedikitpun pikiran bahwa perasaan ini akan tumbuh sedemikian subur seiring berjalannya waktu. Hanya berbekal niat dan bekerja dengan ikhlas bagi orang-orang yang membutuhkan kita.
Pertemuan hari demi hari pun tak dapat kita hindarkan karena kita bekerja di ruang yang sama, ya ruangan seluas 3x4 kira-kira.
Ku jalani hariku seperti biasanya, bagaikan air mengalir saja, itu yang biasa ibu sebut untukku.
Kerja kita disini pasti berakhir, karena organisasi ini juga ada batasnya. Tapi tak pernah terbesit sedikitpun bahwa kita akan berakhir, selain memang kita memilih menjalani saja seperti ini tanpa ingin menjalin hubungan yang disebut pacaran tadi, sehingga jika Tuhan berkehendak lain, tak ada yang berubah diantara kita.
Kini, semua seakan menjadi duri dalam tubuhku, yang menusuk pelan-pelan dan menimbulkan kesakitan.
Perempuan diberkahi intuisi yang kuat, beberapa kali aku berpacaran setauku dia tak akan meninggalkanku jika tak ada yang lain dihati dan pikirannya (dalam hal perasaan cinta) selain aku tentunya. Tetapi, salah satu buku karya salah satu ustad berhasil meyakinkanku bahwa dia yang benar-benar mencintaimu tak akan memacarimu, dia akan memantaskan diri dan jika saatnya nanti dia akan mendatangi orangtuamu untuk memintamu. Ya ya ya, itu semua yang kau lakukan padaku, pikirku, Insyaallah.
Belum sempat ku tanyakan saat itu, lagi-lagi Tuhan dan waktu menjawabnya cepat, ku anggap itu tanda bukti sayangnya Beliau padaku.
Ternyata yang tak pernah aku pikirkan, bibit harapan/ impian bersama orang lain pernah kau tanam sebelum bertemu denganku kala itu. Dan sekarang bibit itu belum mati, hanya layu. Cinta yang belum usai begitulah kataku dulu padamu, atau mungkin juga belum kau mulai. Tapi yang pernah ku ingat, dia telah bersama yang lain, katamu kala itu.
Lelah, mungkin itu yang kau ucap padaku setelah beberapa waktu kita seperti ini. Di saat lelahmu padaku, kau siram dan kau pupuk kembali bibit yang pernah kau tanam dulu dengan doa dan harapan. Ya yang jelas itu bukan bibit milikku.
Dokter, guru, dosen, Makkah, paris, rok, jilbab yang rapi, dan wanita surga, setidaknya sekarang aku mulai paham tentang yang kau perbincangkan denganku kala itu. Sepertinya, tak usah kau bersusah payah merubahku seperti itu, disana ada perempuan lain yang sudah sesuai dengan apa yang kau inginkan, impikan atau bahkan kau butuhkan.
Lalu aku? Mungkin hanya kau yang tau jika suatu saat nanti aku masih sendiri.
Mungkin aku dan mereka sama-sama memiliki harapan yang sama, harapan masa depan bersamamu. Tapi cara kita berbeda dalam penyampaiannya.
Tak ada yang perlu disalahkan atas segalanya, kita pernah tulus dan merasakan perasaan di kedalaman yang sama. Tapi memang kita berbeda, jenis kelamin mengisyaratkan bahwa aku perempuan dan kamu laki-laki, yang jelas proses penyembuhannya pun akan berbeda.
CINTA ITU ANUGERAH DAN RINDU ITU FITRAH.
Perempuan memiliki kemampuan mencintai sepenuh hati dan jiwanya, sedangkan lelaki tak memiliki kemampuan itu, maka kita sebagai perempuan lakukanlah kewajiban padanya dengan demikian ia akan melakukan kewajibannya untukmu.
Manusia dianugerahi cinta sejati hanya sekali, dan di waktu yang tepat nanti, Tuhan akan menunjukkan itu.
Selalu berusaha mengikhlaskan semua padaNya, meyakini bahwa semua ini jalanNya dan berharap diberi kesabaran dan ketabahan yang luar biasa. Mungkin saja ini semua jawaban dari sujudku, sujudmu dan sujudnya.
Jika ia lebih pantas dan lebih membawamu pada kebaikan, ikhlaskan aku yaAllah, ikhlas tanpa air mata. Beri ketabahan, tabah tanpa goncangan jiwa.
Mencari jalan untuk mencintai diri sendiri sembari menunggu ketetapanNya kelak, entah itu kamu atau siapapun yang telah Tuhan persiapkan untukku. Setidaknya yang tak hanya bisa menerima kelebihanku saja tetapi juga bisa menutup, melengkapi dan merubah kekuranganku kemudian menjadikannya kebaikan, bukan malah meinggalkan lalu mencari kesempurnaan di luar sana.
Biarkan dia terbang sebebas elang tanpa ada ketakutan dan keraguan mencari kebaikan untuk membahagiakan kehidupan tapi tak lupa untuk selalu kembali ke sarangnya, dan aku akan merawat dan menjaga sarang dengan sesekali keluar mencoba kesuksesan di jalan yang telah aku pilih sendiri.



Teruntuk dirimu yang selalu ku rindukan, yang tak ku lihat, tak ku dengar, tak ku sentuh tapi selalu dapat ku rasa.
Biarlah doa dan Tuhan yang mengirimkan rinduku padamu.


Berbahagialah dengan pilihan hidup yang telah kau pilih sendiri, semoga kita sama-sama dapat saling menghargai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar