Sabtu, 22 Maret 2014

(Mungkin) ini yang dinamakan ujian

Dua hari lalu tubuh ini dilanda kelelahan yang teramat sangat, terbaring diatas kasur tanpa bisa bangun hanya untuk sekedar keluar kamar. Mungkin ini cara tubuh menunjukkan padaku kelelahan yang ia alami setelah ia tampak habis dimakan hati dan pikiran berbulan-bulan.
Kunikmati saja lelahnya tubuh ini dengan penuh rasa syukur dan doa yang insyaAllah tak pernah henti kupanjatkan, karena Allah sedang mengujiku, mungkin saja itu ujian untukku agar aku bisa naik ke tingkatan yang lebih tinggi.
Lelahnya tubuh ini semoga dapat menjadi penawar rindu dan dosa yang telah ku perbuat selama hidup ini, 22 tahun hampir 23 tahun aku hidup dengan berbagai dosa yang tak dapat kuhindari dan telah ku perbuat, tak usah ku utarakan-pun Allah tahu segalanya, ya segalanya!
Di setiap sakitku, ada seorang perempuan yang selalu ikhlas merawatku, perempuan separuh baya yang Allah ciptakan sebagai malaikat untukku. IBU!
Betapa tulusnya beliau merawatku sehingga aku mengerti arti ketulusan, betapa ikhlasnya beliau sehingga aku mengerti arti keikhlasan, betapa sabarnya beliau sehingga aku mengerti arti kesabaran.
Dua kali subuh dan dua kali maghrib saat itu, saat aku terbaring diatas kasur, beliau selalu datang menghampiri dengan membawakan segelas greentea panas kesukaanku, secangkir minuman yang sehari-hari ku buat sendiri, kali ini ibuku yang membuatnya, sungguh luar biasa nikmat. Sambil mengusap keningku, beliau berkata "Tenangkan pikiran dan hatimu, nanti tubuhmu juga akan tenang. Belajarlah sabar, meskipun kesabaranmu telah teruji mungkin Allah ingin kau lebih bersabar lagi."
Kali ini, air mata tak sanggup lagi menetes, mungkin ini keiklasan tanpa air mata yang selalu ku minta pada Allah, mungkin ini ketabahan/ ketegaran tanpa goncangan jiwa yang selalu ku minta pada Allah. Di dalam hati hanya terpikir bahwa bagaimana jika suatu saat nanti aku tak mampu merawat ibu seperti ibu merawatku saat ini?



Aku yakin, tugasku saat ini bukanlah mencarimu, tugasku saat ini adalah mensholehkan diriku dan memperbaiki diri di jalan Allah. Betapa sadar diri ini, meminta lelaki baik pada Allah sebagai pendampingku kelak tetapi aku sendiri tak memperbaiki diri. Bukankah Allah telah menjanjikan pada QS. An-Nur : 26 bahwa Wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitupula sebaliknya). Lalu adakah janji yang melebihi selain janji Allah?

Jumat, 14 Maret 2014

Cinta tak harus memiliki

  
CINTA TAK HARUS MEMILIKI 
(Dari buku Ya Allah, Siapa Jodohku by Ahmad Rifa'i Rif'an)

“Sungguh, aku sangat mencintainya. Aku tak rela kehilangannya. Aku ingin hidup bersamanya. Berbulan-bulan aku terus menerus mengisi hari-hari dengan kegundahan dan keresahan, karena orang yang selama ini ku cintai, ternyata lebih memilih orang lain sebagai pendamping hidupnya.”

Sungguh, ini adalah tugas mulia yang sepeserpun tak mengharap imbalan. Sungguh, inilah perasaan agung yang tak bisa dibayar dengan kepemilikan. Sungguh, tugas mulia dan perasaan agung itu adalah MENCINTAI. Ketika kau telah mencintai seseorang, jangan pernah menuntut untuk memilikinya. Karena cinta tak mengharuskan kepemilikan.
Mencintai adalah saat kau rela melakoni apapun, demi kebahagiaan yang kau cinta. Jika ia berbahagia dengan orang lain, lalu kau mengikhlaskannya, itulah sebenar-benarnya cinta.
Benar, mencintai tak harus menikahi. Ada cinta-cinta yang harus diabaikan dan dilupakan. Itulah cinta-cinta yang tak bertemu di pintu nikah. Jangan terlalu menyiksa diri dengan cinta tersebut. Karena jika hidup terus fokus pada cinta masa lalu padahal yang dicinta sudah hidup bahagia bersama dengan kekasihnya, hidup kita bisa jadi tak susah bertemu kebahagiaan. Hari-hari kita habis dalam kesedihan dan penderitaan.
Berat memang, sulit memang, tetapi yakinlah itu berarti dia bukan orang yang baik bagimu. Itu berarti Allah sudah mempersiapkan jodoh yang lebih baik lagi bagimu.
Berdoalah baginya, bagi keluarganya, bagi hidupnya, agar senantiasa dikarunia kebahagiaan. Berdoalah, semoga dia dan keluarganya senantiasa berlimpah berkah.
“Kumencintainya sepenuh hati. Kumendoakannya dalam doa tanpa dia ketahui. Ku berdoa baginya, dimanapun dia berada, dengan siapapun dia menikah, semoga dia selalu bahagia, meski ku tak bisa memilikinya. Kumencintainya sepenuh jiwa. Maka bagiku yang penting dia bahagia.”



Yang ku tahu..........

Senin, 03 Maret 2014

Antara yang meninggalkan dan yang ditinggalkan

Hari ini 3 Maret 2014 tepat sebulan sudah saat kita sempatkan diri berbincang berdua.
Namun, hingga saat ini, ingin sekali rasanya menyendiri di ruang hampa tanpa cahaya hanya ada udara sembari membalut asa.
Jalanan itu, yang dulu selalu ku lewati dengan ketenangan sekarang berubah menjadi kegetiran.
Sempat terfikir dan ku tanamkan dalam benak bahwa aku ingin menutup hatiku setelah mengakhiri dengannya kala itu. Jikapun harus membukanya lagi, berharap itu cinta kerenaNya.
Iya, aku Imroatul Mufidah, perempuan biasa yang pernah merasakan beberapa kali pacaran dengan segala romansanya. Setelah menduduki bangku kuliah ada yang sedikit mengusik pikiran bahwa aku tak lagi muda. Pacaran? Yah seperti kegiatan anak-anak muda saja pikirku. Tiba-tiba jatuh cinta kemudian sesekali dan berkali-kali jatuh tak tau arah, orang-orang biasa menamainya dengan sakit hati.
Butuh pertimbangan yang matang dan prinsip yang kuat untuk memikirkan hal yang lebih penting dari itu, memutuskan tidak berpacaran dan menjaga hati.
Namun, kadang kala kita juga menyadari bahwa kita juga manusia yang dianugerahi cinta oleh Yang Maha Kuasa kapan saja, mungkin kita tak dapat menghindarinya hanya bisa me-manage-nya, pikirku kala itu.
Aku bukanlah seorang ekonom atau seorang akuntan bahkan bukan Tuhan Yang Maha Kuasa yang pandai me-manage dengan baik dan sempurna.
Kata orang Jawa, WITING TRESNO JALARAN SOKO KULINO, ya tumbuhnya cinta itu akibat dari kebiasaan. Mungkin itu yang tepat ku sematkan padaku saat itu.
Tak tahu kapan pastinya perasaan itu muncul di hatiku dan mengakar kuat disana.
Seharusnya bisa ku hindari itu semua saat aku memilih untuk tak mendampingimu untuk periode itu.
Tapi lagi-lagi Tuhan berkehendak lain, mungkin saja itu jawaban atas segala doa dan sujudku.
Aku memilih mendampingimu, bekerja denganmu membentuk organisasi impian dengan segudang ilmu dan orang-orang hebat di dalamnya yang mungkin kau impikan sejak lama.
Tak ada sedikitpun pikiran bahwa perasaan ini akan tumbuh sedemikian subur seiring berjalannya waktu. Hanya berbekal niat dan bekerja dengan ikhlas bagi orang-orang yang membutuhkan kita.
Pertemuan hari demi hari pun tak dapat kita hindarkan karena kita bekerja di ruang yang sama, ya ruangan seluas 3x4 kira-kira.
Ku jalani hariku seperti biasanya, bagaikan air mengalir saja, itu yang biasa ibu sebut untukku.
Kerja kita disini pasti berakhir, karena organisasi ini juga ada batasnya. Tapi tak pernah terbesit sedikitpun bahwa kita akan berakhir, selain memang kita memilih menjalani saja seperti ini tanpa ingin menjalin hubungan yang disebut pacaran tadi, sehingga jika Tuhan berkehendak lain, tak ada yang berubah diantara kita.
Kini, semua seakan menjadi duri dalam tubuhku, yang menusuk pelan-pelan dan menimbulkan kesakitan.
Perempuan diberkahi intuisi yang kuat, beberapa kali aku berpacaran setauku dia tak akan meninggalkanku jika tak ada yang lain dihati dan pikirannya (dalam hal perasaan cinta) selain aku tentunya. Tetapi, salah satu buku karya salah satu ustad berhasil meyakinkanku bahwa dia yang benar-benar mencintaimu tak akan memacarimu, dia akan memantaskan diri dan jika saatnya nanti dia akan mendatangi orangtuamu untuk memintamu. Ya ya ya, itu semua yang kau lakukan padaku, pikirku, Insyaallah.
Belum sempat ku tanyakan saat itu, lagi-lagi Tuhan dan waktu menjawabnya cepat, ku anggap itu tanda bukti sayangnya Beliau padaku.
Ternyata yang tak pernah aku pikirkan, bibit harapan/ impian bersama orang lain pernah kau tanam sebelum bertemu denganku kala itu. Dan sekarang bibit itu belum mati, hanya layu. Cinta yang belum usai begitulah kataku dulu padamu, atau mungkin juga belum kau mulai. Tapi yang pernah ku ingat, dia telah bersama yang lain, katamu kala itu.
Lelah, mungkin itu yang kau ucap padaku setelah beberapa waktu kita seperti ini. Di saat lelahmu padaku, kau siram dan kau pupuk kembali bibit yang pernah kau tanam dulu dengan doa dan harapan. Ya yang jelas itu bukan bibit milikku.
Dokter, guru, dosen, Makkah, paris, rok, jilbab yang rapi, dan wanita surga, setidaknya sekarang aku mulai paham tentang yang kau perbincangkan denganku kala itu. Sepertinya, tak usah kau bersusah payah merubahku seperti itu, disana ada perempuan lain yang sudah sesuai dengan apa yang kau inginkan, impikan atau bahkan kau butuhkan.
Lalu aku? Mungkin hanya kau yang tau jika suatu saat nanti aku masih sendiri.
Mungkin aku dan mereka sama-sama memiliki harapan yang sama, harapan masa depan bersamamu. Tapi cara kita berbeda dalam penyampaiannya.
Tak ada yang perlu disalahkan atas segalanya, kita pernah tulus dan merasakan perasaan di kedalaman yang sama. Tapi memang kita berbeda, jenis kelamin mengisyaratkan bahwa aku perempuan dan kamu laki-laki, yang jelas proses penyembuhannya pun akan berbeda.
CINTA ITU ANUGERAH DAN RINDU ITU FITRAH.
Perempuan memiliki kemampuan mencintai sepenuh hati dan jiwanya, sedangkan lelaki tak memiliki kemampuan itu, maka kita sebagai perempuan lakukanlah kewajiban padanya dengan demikian ia akan melakukan kewajibannya untukmu.
Manusia dianugerahi cinta sejati hanya sekali, dan di waktu yang tepat nanti, Tuhan akan menunjukkan itu.
Selalu berusaha mengikhlaskan semua padaNya, meyakini bahwa semua ini jalanNya dan berharap diberi kesabaran dan ketabahan yang luar biasa. Mungkin saja ini semua jawaban dari sujudku, sujudmu dan sujudnya.
Jika ia lebih pantas dan lebih membawamu pada kebaikan, ikhlaskan aku yaAllah, ikhlas tanpa air mata. Beri ketabahan, tabah tanpa goncangan jiwa.
Mencari jalan untuk mencintai diri sendiri sembari menunggu ketetapanNya kelak, entah itu kamu atau siapapun yang telah Tuhan persiapkan untukku. Setidaknya yang tak hanya bisa menerima kelebihanku saja tetapi juga bisa menutup, melengkapi dan merubah kekuranganku kemudian menjadikannya kebaikan, bukan malah meinggalkan lalu mencari kesempurnaan di luar sana.
Biarkan dia terbang sebebas elang tanpa ada ketakutan dan keraguan mencari kebaikan untuk membahagiakan kehidupan tapi tak lupa untuk selalu kembali ke sarangnya, dan aku akan merawat dan menjaga sarang dengan sesekali keluar mencoba kesuksesan di jalan yang telah aku pilih sendiri.



Teruntuk dirimu yang selalu ku rindukan, yang tak ku lihat, tak ku dengar, tak ku sentuh tapi selalu dapat ku rasa.
Biarlah doa dan Tuhan yang mengirimkan rinduku padamu.


Berbahagialah dengan pilihan hidup yang telah kau pilih sendiri, semoga kita sama-sama dapat saling menghargai.