Senin, 24 Februari 2014

(Mungkin) mimpi

Aku bermimpi tentang kita semalam.
Bersama kita di taman ria.
Melepas kepergian balon udara jingga tak bertuan.
Dengan gembira kita tiupkan gelembung-gelembung udara untuk mengantar kepergiannya.
Namun, apa maksud kepergian balon udara jingga itu kita tidak tahu.
Aku juga tak tahu kenapa kita segembira itu melepas kepergiannya.
Mungkinkan ia membawa serta kepedihan masing-masing dari kita?
Aku tak tahu.
Tapi aku tahu aku ingat akan satu hal.
Kau mengenakan gaun mini (baju) berwarna senada dengan sang balon udara.
Apakah itu artinya sang balon udara belum sepenuhnya membawa kepedihan hatimu?



(Diambil dari buku Teknik membaca pikiran orang lain sejelas membaca buku by Edi Warsidi)

Kamis, 20 Februari 2014

Cinta Sejati (?)

Cinta Sejati - Bunga Citra Lestari - Ost. Habibie & Ainun

Manakala hati menggeliat mengusik renungan
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
Suara semalam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku
Saat aku tak lagi di sisimu, ku tunggu kau di keabadian

Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, slalu ada di dalam hatiku
Sukmaku berteriak menegaskan ku cinta padamu
Terimakasih pada Maha cinta menyatukan kita

Saat aku tak lagi di sisimu, ku tunggu kau di keabadian

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapapun yang sentuhan pasti tahu, cinta kita sejati

Saat aku tak lagi di sisimu, ku tunggu kau di keabadian

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapapun yang sentuhan pasti tahu, cinta kita sejati

Lembah yang berwarna membentuk melekung memeluk kita
Dua jiwa yang melebur jadi satu dalam kesucian cinta

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapapun yang sentuhan pasti tahu, cinta kita sejati



Hari itu, tertanggal 16 Februari 2014, ayah dan ibu mengajakku pergi ke resepsi pernikahan salah seorang anak teman ayahku. Tak hanya sekali ini tapi sudah sering kali sebenarnya seperti ini. Namun beberapa saat lalu aku selalu menyambut ajakan tersebut dengan kegembiraan karena aku tahu acara itu adalah acara yang penuh kebahagiaan terutama bagi sang mempelai. Entah mengapa hari ini aku sangat malas sekali untuk beranjak pergi, selain karena memang aku tak suka merias diri, ada hal lain yang membuat hatiku berkecamuk. Demi ayah ibu akupun mengiyakan ajakannya dan kemudian pergi. 
Saat aku dan ibu berdiri menikmati hidangan, pelantun lagu tiba-tiba melantunkan lagu itu, ya lagu cinta sejati. Pandanganku-pun menuju mempelai yang sedang tersenyum bahagia diatas pelaminan sambil sesekali bersalaman dengan para tamunya. Saat itu-pun aku ikut tersenyum sambil sesekali meringis dalam hati. Tetiba tanpa disangka, ibu yang sedang berdiri di sampingku berkata "Kalau mbak masih lama menikahnya, kamu duluan saja juga tak papa." Hampir saja petir menyambarku rasanya, tapi aku tetap berdiri meyakinkan diri bahwa aku sedang disana tanpa ada hujan bahkan petir sekalipun. Tetiba mata-pun sudah mulai mengeluarkan pelembapnya, belum sempat menetes segera ku hiasi raut wajahku dengan senyuman. "Sama siapa bu?" timpalku. seketika ibu menjawabnya tanpa basa-basi "Dengan dia, ada apa kamu dengannya? Beberapa kenangan yang kau hias rapi di kamar mengapa kau masukkan dalam kotak?" Ternyata benar, ibu adalah orang yang paling peka, beliau sering kali melakukan ibadah shalat di kamarku dan ternyata beliau mengamatinya. "Baik-baik saja bu, doakan saja selalu yang terbaik." Jawabku menyudahi percakapan itu karena aku tak ingin terlalu panjang.
Selepas acara itu, kami bertolak ke kota yang pernah kita singgahi selama sebulan untuk menyelesaikan tugas kuliah, ya sembari diiringi hujan yang turun dengan deras. Pernah ku membaca buku bahwa waktu-waktu doa diijabah oleh Yang Maha Kuasa adalah saat perjalanan jauh dan saat hujan deras. Sambil menatap ke jendela luar melihat alam yang sedang diguyur hujan, akupun tersenyum sembari hati, pikiran dan mulut melantunkan doa.
Sampailah aku di kota itu, berkumpul bersama keluarga besar yang penuh dengan tawa dan ketentraman. Kakakku datang membawa seorang lelaki yang saat ini sedang menemaninya, tentu saja itu tak masalah buatku, tapi aku tau itu akan menjadi pertanyaan keluarga buatku, mengingat usiaku dan kakakku hanya terpaut satu tahun. Benar saja, tak lama berselang saat kami semua berbincang, keluar juga pertanyaan itu dari salah seorang bibiku " Si dia mana? kapan kau ajak berkumpul bersama keluarga besar ini?" Tak tahu harus bagaimana aku hanya menjawabnya dengan penuh senyuman yang menghiasi raut wajahku menutup hatiku yang bergemuruh dan lagi-lagi hanya bisa berdoa dalam hati.
Ya setidaknya keluargaku selalu tahu jika aku dekat dengan seseorang, tetapi mereka tak perlu tahu apa yang terjadi. Namun yang tak  ku sangka, malam pun tiba, saatnya kami berpamitan. Saat aku berpamitan pada bibiku, dia memelukku dan berkata "Aku melihatmu hari ini tak seperti biasanya, fida yang penuh keceriaan, apa yang terjadi? Semoga kau baik-baik saja dengannya." Ya memang semenjak kedatanganku tadi aku hanya memilih diam, tersenyum dan sesekali membaringkan badan diatas tempat tidur, mencoba menyinkronkan hati dan pikiran yang beberapa hari ini entah kemana. YaAllah, ada apa denganku hari ini? Pikirku.




Apa kau ingat? Kita pernah bermimpi menjadi pasangan seperti mereka :')
 

Jika memang tak sekarang, telah ku serahkan semua pada Tuhan. Semoga kau selalu bahagia di jalanmu.

Jumat, 14 Februari 2014

51 Tahun Ayah

Ayah, hari ini tepat tanggal 14 Februari 2014 usiamu sudah menginjak 51 tahun. Setengah abad lebih kau ada di dunia ini menjalankan kehidupan dengan segala lika-likunya.
Ayah, kau adalah laki-laki paling ku cintai selain Nabi Muhammad, kau tulus memberi tanpa mengharap kembali.
Sesosok laki-laki dengan ketabahan yang luar biasa yang Allah kirim berdampingan dengan ibuku hingga melahirkan putra putri yang belum bisa membalas segala jasamu.
Hari ini di usiaku yang telah menginjak 22 tahun, kau masih menyokong segala urusan financialku, karena aku masih menjalankan tugas akhir studi kuliahku yaitu skripsi. Harusnya semester delapan ini sudah menjadi kewajibanku menyelesaikan semuanya tanpa harus ada lagi tambahan di semester-semester selanjutnya. Tak lupa kau pun berpesan bahwa semester ini semuanya harus selesai, YA HARUS SELESAI.
Hal itu mengartikan bahwa tak ada tanggungan lagi untuk ayahku membiayaiku di semester selanjutnya. Karena di saat itulah dirasa aku seharusnya telah menghasilkan uang sendiri minimal untuk kebutuhanku.
Dari kecil ku rasa ada jiwa bisnis di dalam diriku, mulai dari membuka perpustakaan kecil di rumah untuk kalangan teman-teman komplek saja, berjualan makanan ringan saat bulan Ramadhan tiba. Hal tersebut membuatku sangat senang kala itu karena dapat menambah uang jajanku.
Semakin dewasa, aku menyadari bahwa modal kala itu juga masih dari ayah, ya semuanya belum lepas dari ayah.
Menginjak SMP dan SMA aku berusaha tekun pada studiku meskipun nilai yang ku peroleh selalu pas-pasan, setidaknya aku berusaha tak membuat sesuatu yang akan menambah pengeluaran ayahku.
Setelah memasuki bangku kuliah, ya melihat persaingan yang luar biasa untuk mengikuti kebiasaan baru di kalangan teman-teman seperti jalan-jalan misalnya, atau hanya sekedar karaoke setelah jam kuliah selesai. Uang sanguku takkan cukup untuk menutup itu. Memutar otak bagaimana aku dapat menambah pundi-pundi dompetku itulah yang ku lakukan, hingga aku berjualan pulsa, berbisnis fashion seperti tas atau baju bersama teman-teman, menjadi distributor jajanan yang laris di kalangan kampus.
Alhamdulillah semua bertambah sedikit demi sedikit untuk kebutuhanku sehari-hari saja.
Semester semakin tua, kuliah dan organisasi semakin menuntut saja. Bahkan ku rasa tak ada waktu untuk berbisnis seperti sebelumnya.
Tetapi Allah selalu baik dan memberi jalan untuk hambanya, termasuk aku.
Setelah menjabat sebagai ketua organisasi jurusan, semakin banyak orang mengenalku termasuk dosen-dosenku. Disitulah semua jalan terbuka lebar, mulai dari diajak sekedar rapat kerja jurusan, mengerjakan acara besar jurusan, hingga pernah aku diajak mengerjakan proyek fakultas yang terbilang cukup besar.
Meskipun imbalannya tak terlalu besar, tapi ilmu yang ku dapat semakin beragam dan berkembang.
Setidaknya kegiatan-kegiatan tersebut tak perlu menambah pengeluaran ayahku, hanya berbekal ilmu.
Selain itu, setelah magangku (Praktik Kerja Nyata) selesai, sepertinya itu juga menjadi jalan lebar untukku menuju pekerjaan impianku, yaitu bekerja di bagian marketing communication salah satu televisi di Indonesia. Karena itu berkaitan dengan studi yang ku ambil di bangku kuliah ini.
Banyak ilmu yang aku dapat saat magang itu dan banyak event yang ku kerjakan dan Alhamdulillah semua menghasilkan sesuatu.
Sampai saat ini, aku juga masih sering dihubungi untuk ikut menjalankan event besar yang Alhamdulillah selain menambah ilmu dan pengalaman, juga menambah pundi-pundi dompet meskipun tak seberapa.
Karena aku tau, orang sukses tak selalu instan, harus merambah dari hal kecil dengan penghasilan tak seberapa hingga suatu saat nanti akan menjadi sukses yang sesungguhnya dengan penghasilan yang luar biasa.
Lagi-lagi aku berfikir ya lumayan hanya berbekal ilmu tanpa menambah pengeluaran ayahku.
Semakin kesini aku semakin sadar bahwa tanggungan yang ditanggung ayahku sangat banyak, seorang istiri dengan empat anak.
Ayah tak pernah mengeluh sedikitpun dalam kondisi apapun.
Hal itu membuatku semakin tersadar aku harus segera membalas segala yang kira-kira bisa ku balas, selagi beliau masi ada.
Berbeda dengan kakakku yang saat ini telah menyandang gelar dokter, dia mulai bekerja sendiri dan membiayai hidupnya sendiri. Setidaknya dia telah menjalankan fungsi anak tanpa mengeluarkan uang orang tua lagi.
Kakakku, perempuan hebat yang selalu memotivasiku untuk bisa melakukan lebih darinya, tapi Allah lagi-lagi selalu punya jalan sendiri-sendiri.
Setidaknya, tahun ini adalah tahun terakhir aku menggantungkan semua pada ayahku. Tahun depan aku harus bisa membiayai diriku sendiri, Insyaallah. Sehingga ayah dapat fokus membahagiakan ibu (yang tidak bekerja) dan kedua adikku yang masih duduk di bangku SMP dan SMA yang masih membutuhkan biaya besar.
Aku hanya dapat membantumu dengan doa untuk saat ini Ayah. Doa yang inyaallah takkan pernah putus untukmu.




Ayah, semoga kau diberi umur panjang yang barokah sehingga aku sampai untuk membalas segala jasamu.
Ayah, semoga kau diberi kesehatan yang barokah sehingga aku sampai untuk membalas segala jasamu.
Ayah, semoga kau diberi rejeki yang melimpah halal dan barokah untuk terus membiayai ibu dan adik-adikku.
Ayah, semoga kau diberi ketabahan dan kesabaran yang luar biasa untuk menghadapi segala lika-liku dunia.
Ayah, semoga sempat kau menyerahkanku pada seorang lelaki yang kelak menjadi imamku.
Ayah, cintailah Ibuku, kakakku, adikku selapang-lapangnya.
Ayah, tak terhitung lagi kata yang sempat ku tuliskan untukmu.
Ayah, aku mencintaimu, semoga Allah mengirimkan lelaki yang mirip denganmu sebagai pendampingku kelak, meski pernah ku temukan tapi blm bisa ku dapatkan.


Teruntuk ayahku tercinta, Selamat Ulangtahun yang ke 51 :*

Kamis, 13 Februari 2014

Sekedar Pelangi Yang Tak Abadi

Entah mengapa setiap aku membuka mata aku hanya ingin kembali terlelap lebih lama.
Entah sejak kapan aku mulai bersastra yang mungkin tak indah dan tak sampai padamu.
Di setiap kesedihan pasti ada kebahagiaan terselip rapi di dalamnya.
Mungkin saja apa yang ku rasakan sekarang mirip dengan apa yang dia rasakan saat kau bersamaku, kala itu.
Waktu berlalu, tak terhitung torehan tinta yang kau tuliskan untuk mengukir cerita betapa mimpi dan harapan seakan tampak nyata.
Awalnya aku berfikir bahwa hidup itu bagaikan sepeda, kemana kita ingin mengayuhnya maka kesanalah tujuannya. Tapi aku melupakan sesuatu bahwa kemana kita ingin mengayuhnya telah diatur oleh otak yang semuanya telah disetting oleh Yang Maha Kuasa.
Allah memang penguasa segalanya, Dia bolak-balikkan hati, Dia menganugerahkan cinta, Dia pemberi kebahagiaan sekaligus dengan kesedihannya.
Sedangkan kita hambanya hanya bisa berusaha, berdoa, bermimpi dan penuh harap.
Awalnya aku tak pernah menyangka Allah menghadirkan engkau untuk menghiasi dunia dan hari-hariku. Paras tampan nan rupawan dengan segudang ilmu, mimpi, alur hidup yang telah ditata rapi dan ketaatannya pada Allah, tak sebanding denganku yang tak cantik jelita dengan ilmu seadanya serta mencoba menjalani hidup sederhana bagaikan air mengalir saja.
Seiring berjalannya waktu, dunia meyakinkanku bahwa semua itu takkan sirna.
Menganggapnya abadi, salah satu bukti lalaiku padaNya.
Aku hanya hambamu yang mungkin tak pantas mendapatkan semua ini, aku hadir di saat aku membutuhkanMu saja.
Tapi, aku yakin Engkau sebaik-baiknya Dzat yang tak mungkin menyakiti hambanya termasuk aku.
Engkau balik semuanya semudah membalikkan telapak tangan, agar aku sadar bahwa aku telah lalai padaMu.
Membiarkanmu dengan segala kenangan itu, tentang gua harapan dan kebun bibitmu mungkin jalan terbaik saat ini, untukku, untukmu, dan untuknya.
Menyimpannya semua rapi dalam kotak penuh doa, berharap di waktu dan usia yang tepat nanti kau ambil dan kau buka kembali lalu kau masukkan dalam rumah impian.
Biarkan waktu membuatku berbenah diri, menjadikan diriku pantas untuk seseorang yang dikirimkan Allah untukku kelak.
Tidak membiarkan perasaan mengaturku tapi harus aku yang mengatur perasaan yang ternyata telah berlebihan itu.
Memang sakit, hanya bisa mengikhlaskan semuanya padaMu dan bersabar menunggu ketetapanMu kelak.
Maaf teruntuk kau yang pernah ku torehkan luka dan tersakiti.
Terimakasih telah memberikan pelajaran hidup yang sangat berarti dan berharga di usiaku saat ini.
Di setiap diam dan rinduku, terselip doa untukmu, agar Allah senantiasa melindungi setiap langkah kakimu.
Di setiap sujudku, tergambar bingkai indah semoga engkau adalah seseorang yang dikirim Allah untukku kelak atas RidhaNya.
Bukankah cinta juga merupakan anugerah dari Sang Maha Kuasa?
Meskipun terdapat linangan air mata.
Apakah ini karma?
Karmaku pernah melukai yang tak berdosa.
Ku rasa ini hanya takdir saja, takdir yang belum menempatkan aku pada jalanmu.
yaAllah jika air mataku berharga, jadikanlah sebagai penghapus dosa.



QS Ali Imran (3):147
ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami.



Manusia adalah makhluk yang memiliki naluri cemas dan mengharap. Ia selalu membutuhkan sandaran, terutama saat tengah ditimpa kesulitan, cemas dan harap. Bersandar kepada makhluk, betapapun tinggi kekuatan dan kekuasaannya, sering kali justru mendatangkan kekecewaan. Hanya Allah yang pantas dijadikan sandaran.
(Dikutip dari buku Doa-doa untuk muslimah: lebih dekat dan mesra bersama Allah by Sita Simpati)