Entah mengapa setiap aku membuka mata aku hanya ingin kembali terlelap lebih lama.
Entah sejak kapan aku mulai bersastra yang mungkin tak indah dan tak sampai padamu.
Di setiap kesedihan pasti ada kebahagiaan terselip rapi di dalamnya.
Mungkin saja apa yang ku rasakan sekarang mirip dengan apa yang dia rasakan saat kau bersamaku, kala itu.
Waktu berlalu, tak terhitung torehan tinta yang kau tuliskan untuk mengukir cerita betapa mimpi dan harapan seakan tampak nyata.
Awalnya aku berfikir bahwa hidup itu bagaikan sepeda, kemana kita ingin mengayuhnya maka kesanalah tujuannya. Tapi aku melupakan sesuatu bahwa kemana kita ingin mengayuhnya telah diatur oleh otak yang semuanya telah disetting oleh Yang Maha Kuasa.
Allah memang penguasa segalanya, Dia bolak-balikkan hati, Dia menganugerahkan cinta, Dia pemberi kebahagiaan sekaligus dengan kesedihannya.
Sedangkan kita hambanya hanya bisa berusaha, berdoa, bermimpi dan penuh harap.
Awalnya aku tak pernah menyangka Allah menghadirkan engkau untuk menghiasi dunia dan hari-hariku. Paras tampan nan rupawan dengan segudang ilmu, mimpi, alur hidup yang telah ditata rapi dan ketaatannya pada Allah, tak sebanding denganku yang tak cantik jelita dengan ilmu seadanya serta mencoba menjalani hidup sederhana bagaikan air mengalir saja.
Seiring berjalannya waktu, dunia meyakinkanku bahwa semua itu takkan sirna.
Menganggapnya abadi, salah satu bukti lalaiku padaNya.
Aku hanya hambamu yang mungkin tak pantas mendapatkan semua ini, aku hadir di saat aku membutuhkanMu saja.
Tapi, aku yakin Engkau sebaik-baiknya Dzat yang tak mungkin menyakiti hambanya termasuk aku.
Engkau balik semuanya semudah membalikkan telapak tangan, agar aku sadar bahwa aku telah lalai padaMu.
Membiarkanmu dengan segala kenangan itu, tentang gua harapan dan kebun bibitmu mungkin jalan terbaik saat ini, untukku, untukmu, dan untuknya.
Menyimpannya semua rapi dalam kotak penuh doa, berharap di waktu dan usia yang tepat nanti kau ambil dan kau buka kembali lalu kau masukkan dalam rumah impian.
Biarkan waktu membuatku berbenah diri, menjadikan diriku pantas untuk seseorang yang dikirimkan Allah untukku kelak.
Tidak membiarkan perasaan mengaturku tapi harus aku yang mengatur perasaan yang ternyata telah berlebihan itu.
Memang sakit, hanya bisa mengikhlaskan semuanya padaMu dan bersabar menunggu ketetapanMu kelak.
Maaf teruntuk kau yang pernah ku torehkan luka dan tersakiti.
Terimakasih telah memberikan pelajaran hidup yang sangat berarti dan berharga di usiaku saat ini.
Di setiap diam dan rinduku, terselip doa untukmu, agar Allah senantiasa melindungi setiap langkah kakimu.
Di setiap sujudku, tergambar bingkai indah semoga engkau adalah seseorang yang dikirim Allah untukku kelak atas RidhaNya.
Bukankah cinta juga merupakan anugerah dari Sang Maha Kuasa?
Meskipun terdapat linangan air mata.
Apakah ini karma?
Karmaku pernah melukai yang tak berdosa.
Ku rasa ini hanya takdir saja, takdir yang belum menempatkan aku pada jalanmu.
yaAllah jika air mataku berharga, jadikanlah sebagai penghapus dosa.
QS Ali Imran (3):147
ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami.
Manusia adalah makhluk yang memiliki naluri cemas dan mengharap. Ia selalu membutuhkan sandaran, terutama saat tengah ditimpa kesulitan, cemas dan harap. Bersandar kepada makhluk, betapapun tinggi kekuatan dan kekuasaannya, sering kali justru mendatangkan kekecewaan. Hanya Allah yang pantas dijadikan sandaran.
(Dikutip dari buku Doa-doa untuk muslimah: lebih dekat dan mesra bersama Allah by Sita Simpati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar